Oleh : Sely Novitasari |
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Guru
harus dapat menjadi contoh (suri tauladan) bagi peserta didik, karena guru
adalah refresentatif dari sekelompok orang pada suatu komunitas atau masyarakat
yang diharapkan dapat menjadi teladan, yang dapat digugu dan ditiru. Keteladanan
adalah segala sesuatu yang terkait dengan perkataan, perbuatan, sikap, dan
prilaku seseorang yang dapat ditiru atau diteladani oleh pihak lain. Sedangkan
guru atau pendidik adalah pemimpin sejati, pembimbing dan pengarah yang
bijaksana bagi anak didiknya.
Apalagi
dewasa ini kehadiran guru sebagai pendidik semakin nyata menggantikan sebagian
besar peran orang tua adalah pengemban utama amanah Tuhan Yang Maha Esa. Dengan
berbagai sebab dan alasan, orang tua telah menyerahkan bulat-bulat tugas dan
tanggungjawabnya kepada guru di sekolah dengan berbagai keterbatasannya.
Pembiasaan
pada pendidikan anak sangatlah penting, khususnya dalam pembentukan pribadi dan
akhlak. Pembiasaan agama akan memasukkan unsurunsur positif pada pertumbuhan
anak. Semakin banyak pengalaman agama yang didapat anak melalui pembiasaan,
maka semakin banyak unsur agama dalam pribadinya dan semakin mudahlah ia
memahami ajaran agama.
Pembiasaan
merupakan proses pendidikan. Ketika suatu praktik sudah terbiasa dilakukan,
berkat pembiasaan ini maka akan menjadi habit bagi yang melakukannya, kemudian
akan menjadi ketagihan dan pada waktunya akan menjadi tradisi yang sulit untuk
ditinggalkan. Disinilah pentingnya pembiasaan dalam proses pendidikan.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1. Apa
pengertian keteladanan dan bagaimana cara menerapkan metode keteladanan?
2. Mengapa
guru disebut sebagai model dan teladan?
3. Apa
saja kekurangan dan kelebihan metode keteladanan?
4. Apa
pengertian dari pembiasaan dan apa tujuan dari pembiasaan?
5. Sebutkan
bentuk-bentuk pembiasaan dan langkah-langkah metode pembiasaan?
6. Apa
saja kekurangan dan kelebihan metode pembiasaan?
C.
TUJUAN
PENULISAN
1. Untuk
mengetahui pengertian keteladanan dan cara menerapkan metode keteladanan.
2. Untuk
mengetahui guru sebagai model dan teladan.
3. Untuk
mengetahui kekurangan dan kelebihan metode keteladanan.
4. Untuk
mengetahui pengertian dari pembiasaan dan tujuan dari pembiasaan.
5. Untuk
mengetahui bentuk-bentuk pembiasaan dan langkah-langkah metode pembiasaan.
6. Untuk
mengetahui kekurangan dan kelebihan metode pembiasaan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
KETELADANAN
1.
Pengertian
Keteladanan
Keteladanan
dapat diartikan dari dua sudut pandang yaitu secara etimologi dan terminologi.
Secara terminologi keteladanan (uswah) adalah dakwah dengan memberikan contoh
yang baik melalui perbuatan nyata yang sesuai dengan ajaran Islam.[1]
Secara etimologi keteladanan berasal dari kata teladan yang menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI) bermakna “sesuatu yang patut ditiru atau baik untuk
dicontoh”. Dengan demikian, keteladanan berarti hal yang dapat ditiru atau
dicontoh.[2]
Dengan
demikian keteladanan adalah tindakan atau setiap sesuatu yang dapat ditiru atau
diikuti oleh seseorang dari orang lain yang melakukan atau mewujudkannya,
sehingga orang yang diikuti disebut dengan teladan. Namun keteladanan yang
dimaksud di sini adalah keteladanan yang dapat dijadikan sebagai alat
pendidikan Islam, yaitu keteladanan yang baik. Sehingga dapat didefinisikan
bahwa metode keteladanan (uswah) adalah metode pendidikan yang diterapkan
dengan cara memberi contoh-contoh (teladan) yang baik yang berupa perilaku
nyata, khususnya ibadah dan akhlak.
Keteladanan
dalam pendidikan merupakan bagian dari sejumlah metode yang paling ampuh dan
efektif dalam mempersiapkan dan membentuk anak secara moral, spiritual, dan
sosial. Sebab, seorang pendidik merupakan contoh ideal dalam pandangan anak,
yang tingkah laku dan sopan santunnya akan ditiru, disadari atau tidak, bahkan
semua keteladanaan itu akan melekat pada diri dan perasaannya, baik dalam
bentuk ucapan, perbuatan, hal yang bersifat material, inderawi, maupun spritual.
Keteladanan
mempunyai arti penting dalam mendidik, keteladanan menjadi titik sentral dalam
mendidik anak. Implementasi dari keteladanan ini adalah orangtua dan guru
menjadi figur yang akan ditiru oleh anak di mana tindak tanduk dari orangtua
dan guru tersebut harus diperhatikan. Mulai dari pakaiannya yang sopan, tingkah
laku dan perangainya yang baik, bicaranya yang sopan dan penuh kasih sayang
kepada anak. Hal ini jika terlaksana dengan baik, secara langsung anak akan
meniru perangai orangtua dan gurunya.
Tanpa
keteladanan, ajaran kita akan kehilangan otoritasnya sehingga kita dicemooh
oleh anak dan di anggap munafik.[3] Secara
psikologi manusia butuh akan teladan (peniruan) yang lahir dari ghorizah
(naluri) yang bersemayam dalam jiwa yang disebut juga taqlid. Yang dimaksud
peniruan disini adalah hasrat yang mendorong anak, seseorang untuk prilaku
orang dewasa, atau orang yang mempunyai pengaruh.8 Misalnya dari kecil anaknya
belajar berjalan, berbicara, kebiasaan-kebiasaan lainnya. Setelah anak bisa berbicara
ia akan berbicara sesuai bahasa dimana lingkungan tersebut berada. Pada
dasarnya peniruan itu mempunyai tiga unsur, yaitu: 1. Keinginan atau dorongan
untuk meniru 2. Kesiapan untuk meniru 3. Tujuan meniru. [4]
2.
Cara
Menerapkan Metode Keteladanan
Menerapkan
metode keteladanan pada anak usia dini bukanlah hal mudah. Menghadapi anak yang
memiliki pola pikir yang sederhana, membutuhkan teknik penerapan yang mudah
pula untuk dicerna dan dipahami anak. Sementara yang terjadi saat ini manusia
mulai mengalami krisis keteladanan. Sebab, manusia dengan fitrahnya sering
melakukan sesuatu sama seperti apa yang dilakukan teladannya. Misal, seseorang
yang mengagumi artis maka dia akan berpakaian seperti idolanya (artis), tak
peduli itu sesuai dengan dirinya atau tidak.[5]
Sebaiknya
dalam hal ini gurulah yang harus menjadi teladan bagi anak. Guru harus
benar-benar memahami kecenderungan dan pembawaan anak. Bisa saja anak tidak
menanggapi keteladanan yang ditunjukkan oleh guru karena ada sikap enggan pada
diri anak, atau anak merasa kurang tertarik dengan apa yang sudah dicontohkan
oleh guru. Dalam hal ini tentu sangat dibutuhkan kesabaran dan ketelatenan guru
unruk terus membimbing anak agar tercapai apa yang menjadi harapan.
Keteladanan
dalam dunia pendidikan sangat penting, apalagi sebagai orangtua diamanahi
seorang anak oleh Allah SWT, maka orangtua harus menjadi teladan yang baik buat
anak-anaknya. Para orangtua dan pendidik harus menjadi figur yang ideal bagi
anak-anak, harus menjadi panutan yang bisa mereka andalkan dalam mengarungi
kehidupan.
Tanpa
keteladanan, apa yang diajarkan kepada anak-anak hanya akan menjadi teori
belaka, mereka seperti gudang ilmu yang berjalan namun tidak pernah
merealisasikan dalam kehidupan. Metode keteladanan ini bisa dilakukan setiap
saat dan sepanjang waktu. Dengan keteladanan, pelajaran-pelajaran yang disampaikan
akan membekas.
Ekspresi
cinta orangtua kepada Rasulullah harus ditunjukkan juga dihadapan anak, bukan
karena riya, atau keinginan lainnya, tetapi semata-mata memberikan teladan
kepada anak betapa besar cinta ayah dan ibunya kepada Rasulullah.[6]
Selain
orangtua dan seorang guru senantiasa menjadi teladan dan pusat perhatian bagi
peserta didiknya. Ia harus mempunyai karisma yang tinggi untuk membawa peserta
didik ke arah mana yang dikehendaki. Di samping itu, kewibawaan juga sangat
menunjang dalam perannya sebagai pembimbing dan penunjuk jalan dalam masa studi
peserta didiknya. Semua perkataan, sikap dan perbuatan yang baik darinya akan
memancar kepada peserta didiknya.
Jika
seorang guru tidak mampu menjadi figur sentral di hadapan peserta didiknya, ia
akan kewalahan dan tidak akan memperoleh apa yang diharapkan dari peserta
didiknya. Dalam kondisi seperti ini, di mana dalam proses belajar mengajar
tidak ada lagi yang dijadikan teladan, usaha pendidikan menggali fitrah atau
potensi dasar sebagai sumber daya yang dimiliki manusia terhambat.[7]
3.
Guru
Sebagai Model Dan Keteladanan
Guru
harus dapat menjadi contoh atau teladan bagi peserta didik, karena guru adalah
representasi dari sekelompok orang dalam suatu masyarakat yang diharapkan dapat
menjadi teladan yang dapat digugu dan ditiru. Guru PAUD yang merupakan figur
pertama bagi anak-anak di TK yang akan mereka contoh.[8] Dicontoh
dan ditiru memiliki maksud bahwa hal-hal baik yang disampaikan guru dapat
dipercaya untuk dilaksanakan dan perilakunya bisa dicontoh atau diteladani.
Keteladanan
memiliki dimensi psikologis yang sangat penting dalam kegiatan mengajar. Citra
anda sebagai guru yang baik dalam bertutur akan berpengaruh besar dalam proses
tranformasi ajaran kepada siswa-siswa anda. Bahasa perbuatan anda adalah bahasa
yang paling keras disbanding bahasa lisan anda sebagai guru.[9]
Di
sekolah, diharapkan guru dan pendidik lainnya dapat menjadi teladan dalam
mengembangkan nilai-nilai hidup yang baik karena segala hal yang diperlihatkan
guru akan dicontoh siswa. Minimal guru di sekolah melakukan apa yang telah
mereka ajarkan kepada siswa. Dengan demikian, guru harus meningkatkan kualitas
hidup dalam moral, religi, dan nilai karena segala tingkah laku guru akan
menjadi panutan oleh siswa.
Guru
harus memperlihatkan perilaku yang baik kepada siswa, karena siswa akan
berperilaku dan bersikap baik jika guru juga menunjukkan sikap baik
tersebut.Semua yang dilakukan guru akan dicontoh oleh siswa karena seolah-olah
guru merupakan cermin bagi mereka, sedangkan siswa digambarkan sebagai pantulan
perilaku dari gurunya. Untuk itu, guru harus berhati-hati dalam bersikap dan
selalu menjaga tingkah lakunya ketika berhadapan dengan siswa maupun ketika
tidak berhadapan dengan siswa karena siswa akan menilai semua sikap guru
tersebut.
Guru
merupakan model atau teladan bagi peserta didik dan semua orang yang menganggap
dia sebagai guru. Sebagai teladan, tentu saja pribadi dan apa yang dilakukan
guru akan mendapat sorotan dari peserta didik serta orang di sekitar
lingkungannya yang menganggap atau mengakuinya sebagai guru. Sehubungan itu,
beberapa hal di bawah ini perlu mendapat perhatian dan bila perlu didiskusikan
para guru.[10]
1)
Sikap
dasar: postur psikologis yang akan nampak dalam
masalah-masalah penting.
2) Bicara dan gaya bahasa: penggunaan
bahasa sebagai alat berpikir.
3)
Kebiasaan
bekerja: gaya yang dipakai oleh seseorang dalam bekerja yang
ikut mewarnai kehidupannya.
4)
Sikap
melalui pengalaman dan kesalahan: hubungan antara luasnya
pengalaman dan nilai serta tidak mungkinnya mengelak dari kesalahan.
5)
Pakaian:
merupakan
perlengkapan pribadi yang amat penting dan menampakkan ekspresi seluruh
kepribadian.
6)
Hubungan
kemanusiaan: diwujudkan dalam semua pergaulan
manusia, intelektual, moral, keindahan, terutama bagaimana berprilaku.
7)
Proses
berfikir: cara yang digunakan oleh pikiran dalam menghadapi
dan memecahkan masalah.
8)
Prilaku
neurotis: suatu pertahanan yang digunakan untuk melindungi
diri dari dan bisa juga untuk menyakiti orang lain.
9)
Selera:
pilihan
yang secara jelas akan nilai-nilai yang dimiliki oleh kepribadian yang
bersangkutan.
10) Keputusan: keterampilan
rasional yang digunakan untuk menilai setiap situasi.
11) Kesehatan: kualitas
tubuh, pikiran, semangat, antusias dan sikap tenang.
12) Gaya hidup secara umum: apa
yang dipercaya oleh seseorang akan setiap aspek kehidupan dan tindakan
untukmewujudkan kepercayaan itu.[11]
Menjadi
teladan merupakan bagian integral dari seorang guru, sehingga menjadi guru
harus mau menerima tanggung jawab untuk menjadi teladan. Diharapkan guru dapat
menjadi teladan dalam semua nilai kebaikan yang diajarkan pada siswanya
terlebih selama di lingkungan sekolah.
4.
Kekurangan
Dan Kelebihan Metode Keteladanan
Seperti
yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa kelebihn dan kekurangan metode
keteladanan tidak bisa dilihat secara kongkrit, namun secara abstrak dapat
diinterpretasikan sebagai berikut:[12]
1.
Kelebihan
metode keteladanan
a. akan
memudahkan anak didik dalam menerapkan ilmu yang dipelajarinya di sekolah
b. akan
memudahkan guru dalam mengevaluasi hasil belajarnya
c. agar
tujuan pendidikan lebih terarah dan tercapai dengan baik
d. bila
dalam keteladann lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat baik, maka akan
tercipta situasi yang baik
e. terciptanya
hubungan harmonis antara guru dan siswa
f. secara
tidak langsung guru dapat menerapkan ilmu yang diajarkannya
g. mendorong
guru untuk selalu berbuat baik karena akan dicontoh oleh siswanya, dan
lain-lain.
2.
Kekurangan
atau kelemahan metode keteladanan
a. Jika
figur yang mereka contoh tidak baik, maka mereka cenderung untuk mengikuti
tidak baik
b. Jika
teori tanpa praktek akan menimbulkan verbalisme
B.
PEMBIASAAN
1.
Pengertian
Pembiasaan
Setiap
orang tua muslim mempunyai kewajiban untuk mendidik anaknya agar menjadi orang
yang saleh, taat pada orang tuanya dan agamanya. Dalam mendidik anak tersebut,
proses yang berjalan tidak akan terlepas dari dua faktor yaitu faktor internal
dan eksternal. Hal tersebut juga relevan dengan sebuah teori perkembangan anak
didik yang dikenal dengan teori konvergensi yang menyatakan bahwa pribadi dapat
dibentuk oleh lingkungannya dan dengan mengembangkan potensi dasar yang ada
padanya.[13]
Potensi
dasar yang ada pada anak merupakan potensi alamiah yang dibawa anak sejak lahir
atau bisa dikatakan sebagai potensi pembawaan. Oleh karena itulah, potensi
dasar harus selalu diarahkan agar tujuan dalam mendidik anak dapat tercapai
dengan baik. Pengarahan orang tua kepada anak dalam lingkungan keluarga sebagai
faktor eksternal, salah satunya dapat dilakukan dengan metode pembiasaan, yaitu
berupa menanamkan kebiasaan yang baik kepada anak.[14]
Pembiasaan
merupakan sebuah metode dalam pendidikan berupa “proses penanaman kebiasaan”.[15]
Sedangkan yang dimaksud dengan kebiasaan itu sendiri adalah “cara-cara
bertindak yang persistent uniform, dan hampir-hampir otomatis (hampir-hampir tidak
disadari oleh pelakunya)”.[16]
Menurut
Muhammad Zein, orang tua berperan sebagai penanggung jawab dan pendidik dalam
keluarga. Menurutnya, dalam mendidik anak perlu diterapkan tiga metode yaitu
“meniru, menghafal dan membiasakan”.[17]
Pada metode pembiasakan, operasionalnya adalah dengan melatih anak untuk
membiasakan segala sesuatu supaya menjadi kebiasaan. Sebab menurutnya,
“kebiasaan ini akan menimbulkan kemudahan, keentengan”.[18]
Metode
pembiasaan ini adalah sebagai bentuk pendidikan bagi manusia yang prosesnya
dilakukan secara bertahap, dan menjadikan pembiasaan itu sebagai teknik pendidikan
yang dilakukan dengan membiasakan sifat-sifat baik sebagai rutinitas, sehingga
jiwa dapat menunaikan kebiasaan itu tanpa terlalu payah, tanpa kehilangan
banyak tenaga, dan tanpa menemukan banyak kesulitan.
Pembiasaan
juga merupakan salah satu metode pendidikan yang sangat penting, terutama bagi
anak-anak. Mereka belum paham tentang apa yang disebut baik dan buruk dalam
arti susila. Demikian pula mereka nelum mempunyai kewajiban-kewajiban yang
harus dikerjakan seperti pada orang dewasa. Pada sisi yang lain mereka juga
memiliki kelemahan yaitu belum memiliki daya ingat yang kuat. Mereka lekas
melupakan apa yang telah dan baru terjadi. Sedangkan pada sisi yang lain,
perhatian mereka lekas mudah beralih kepada hal-hal yang baru dan disukainya.
Sehingga
berkaitan dengan hal tersebut, mereka perlu dibiasakan dengan tingkah laku,
ketrampilan, kecakapan, dan pola pikir tertentu. Anak perlu dibiasakan untuk
mandi, makan dan tidur secara teratur, serta bermainmain, berbicara, belajar,
bekerja, dan sebagainya khususnya adalah dibiasakan untuk melaksanakan ibadah.
Hal
lain yang harus dilakukan orangtua adalah kebiasaan baik dan prilaku positif
pada anak adalah memberikan lingkungan yang kondusif, orang tua juga
mestimelindungi dan menjaga anak dari pengaruh buruk lingkungan.[19]
2.
Tujuan
Pembiasaan
Pembiasaan
adalah proses pembentukan kebiasaan-kebiasaan baru atau perbaikan
kebiasaan-kebiasaan yang telah ada. Pembiasaan selain menggunakan perintah,
suri tauladan, dan pengalaman khusus, juga menggunakan hukuman dan ganjaran.
Tujuannya agar siswa memperoleh sikap-sikap dan kebiasaan-kebiasaan baru yang
lebih tepat dan positif dalam arti selaras dengan kebutuhan ruang dan waktu
(kontekstual). Selain itu, arti tepat dan positif ialah selaras dengan norma
dan tata nilai moral yang berlaku, baik yang bersifat religius maupun
tradisional dan kultural.[20]
Dari
penjelasan diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan diadakannya metode
pembiasaan di sekolah adalah untuk melatih serta membiasakan anak didik secara
konsisten dan kontinyu dengan sebuah tujuan, sehingga benar-benar tertanam pada
diri anak dan akhirnya menjadi kebiasaan yang sulit ditinggalkan di kemudian
hari.
3.
Bentuk-bentuk
Pembiasaan
Pengembangan
agama melalui kebiasaan dapat dilakukan dalam berbagai bentuk di antaranya;
a. Pembiasaan
dalam akhlak, berupa pembiasaan bertingkah laku yang baik, baik di sekolah
maupun di luar sekolah seperti: berbicara sopan santun, berpakain bersih,
hormat kepada orang yang lebih tua, dan sebagainya.
b. Pembiasaan
dalam ibadah, berupa pembiasaan shalat berjamaah di musholla sekolah,
mengucapkan salam sewaktu masuk kelas, membaca “basmallah” dan “hamdallah”
tatkala memulai dan menyudahi pelajaran.
c. Pembiasaan
dalam keimanan, berupa pembiasaan agar anak beriman dengan sepenuh jiwa dan hatinya,
dengan membawa anak-anak memperhatikan alam semesta, memikirkannya dalam
merenungkan ciptaan langit dan bumi dengan berpindah secara bertahap dari alam natural
ke alam supranatural.[21]
Pembentukan
kebiasaan-kebiasaan tersebut terbentuk melalui pengulangan dan memperoleh
bentuknya yang tetap apabila disertai dengan kepuasan. Menanamkan kebiasaan itu
sulit dan kadang-kadang memerlukan waktu yang lama. Kesulitan itu disebabkan
pada mulanya sesorang atau anak belum mengenal secara praktis sesuatu yang
hendak dibiasakannya, oleh karena itu pembiasaan hal-hal yang baik perlu
dilakukan sedini mungkin sehingga dewasa nanti hal-hal yang baik telah menjadi
kebiasaannya.
4.
Langkah-langkah
Metode Pembiasaan
Ada
beberapa syarat yang perlu diperhatikan dalam melakukan metode pembiasaan
kepada anak-anak, yaitu:
a. Mulailah
pembiasaan itu sebelum terlambat, jadi sebelum anak itu mempunyai kebiasaan
lain yang berlawanan dengan hal-hal yang akan dibiasakan.
b. Pembiasaan
itu hendaklah terus-menerus (berulang-ulang) dijalankan secara tertatur
sehingga akhirnya menjadi suatu kebiasaan uang otomatis.
c. Pendidikan
hendaklah konsekuen, bersikap tegas dan tetap teguh terhadap pendiriannya yang
telah diambilya. Jangan memberi kesempatan kepada anak untuk melanggar
pembiasaan yang telah ditetapkan itu.
d. mula-mulanya
mekanistis itu harus makin menjadi pembiasaan yang disertai kata hati anak
sendiri.[22]
5.
Kekurangan
Dan Kelebihan Metode Pembiasaan
Sebagai
suatu metode, pembiasaan juga memiliki kelebihan dan kelemahan. Adapun
kelebihan metode pembiasaan sebagai suatu metode pendidikan anak adalah:
a. Dapat
menghemat tanaga dan waktu dengan baik.
b. Pembiasaan
tidak hanya berkaitan dengan aspek lahiriyah tetapi juga berhubungan dengan
aspek batiniyah.
c. Pembiasaan
dalam sejarah tercatat sebagai metode yang paling berhasil dalam pembentukan
kepribadian anak didik.
Sedangkan
kelemahan pembiasaan sebagai suatu metode pendidikan anak antara lain berupa:
a. Membutuhkan
tenaga pendidik yang benar-benar dapat dijadikan contoh serta teladan bagi anak
didik.
b. Membutuhkan
tenaga pendidik yang dapat mengaplikasikan antara teori pembiasaan dengan
kenyataan/praktek nilai-nilai yang disampaikan.[23]
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Keteladanan
adalah tindakan atau setiap sesuatu yang dapat ditiru atau diikuti oleh
seseorang dari orang lain yang melakukan atau mewujudkannya, sehingga orang
yang diikuti disebut dengan teladan. Keteladanan mempunyai arti penting dalam
mendidik, keteladanan menjadi titik sentral dalam mendidik anak. Implementasi
dari keteladanan ini adalah orangtua dan guru menjadi figur yang akan ditiru
oleh anak di mana tindak tanduk dari orangtua dan guru tersebut harus
diperhatikan.
Pembiasaan
merupakan sebuah metode dalam pendidikan berupa “proses penanaman kebiasaan”. Pembiasaan
juga merupakan salah satu metode pendidikan yang sangat penting, terutama bagi
anak-anak. Mereka belum paham tentang apa yang disebut baik dan buruk dalam
arti susila. Oleh karena itu pembiasaan hal-hal yang baik perlu dilakukan
sedini mungkin sehingga dewasa nanti hal-hal yang baik telah menjadi
kebiasaannya.
B.
SARAN
Sebagai
calon pendidik sudah seharusnya kita memahami betul dan menerapkan keteladanan
dan kebiasaan-kebiasaan yang baik dilakukan. Guna memenuhi kewajiban kita
sebagai pendidik yang professional dan menjadi teladan yang baik bisa di contoh
oleh generasi kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
Yusuf. Yunan. (2003). Metode Dalwa., Jakarta: Prenada Media.
Ali, Lukman, dkk. (1995). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Wijanarko, Jarot. (2005). Mendidik Anak. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
An-Nahlawi, Abdurrahman. (1996). Prinsip-prinsip
Dan Metode Pendidikan
Islam. Bandung: Diponegoro.
Noor, Rohinah M. (2011). Pendidikan Karakter Berbasis Sastra. Jogjakarta: AR
RUZZ MEDIA.
Mushoffa, Aziz. (2009). Aku Anak Hebat. Jogjakarta: DIVA Press.
Ibnu Rusn, Abidin. (2009). Pemikiran Al-Ghazali tentang Pendidikan.
Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Wibowo, Agus. (2012). pendidikan karakter usia dini. Yogyakarta:
PUSTAKA
PELAJAR.
Mahmud, Psikologi
Pendidikan.
Mulyada. (2006). Menjadi
Guru Professional. Bandung: PT REMAJA
ROSDAKARYA.
Arief, Armai. (2001) Pengantar
Ilmu dan Metodelogi Pendidikan Islam. Jakarta:
Ciputat Pers.
Noer Aly, Hery. (1999). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, ,
Zein, Muhammad. (1995). Methodologi Pengajaran Agama. Yogyakarta: AK
Group.
Achroni, Keen. (2012). Ternyata Selalu Mengalah Itu Tidak Baik. jakarta: pt.
Buku kita.
Syah, Muhibbin. (2000). Psikologip Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Ramayulis, (1994). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.
[1]Yunan Yusuf, Metode Dalwah. (Jakarta: Prenada Media, 2003). H. 203.
[2]Lukman Ali, dkk. Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta:
Balai Pustaka, 1995). H.. 102.
[3]Jarot
Wijanarko, Mendidik Anak. (Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama, 2005). H. 39.
[4]Abdurrahman An-Nahlawi, Prinsip-prinsip Dan Metode Pendidikan Islam.
(Bandung: Diponegoro, 1996). H. 283.
[5]Rohinah
M. Noor, Pendidikan Karakter Berbasis
Sastra. (Jogjakarta: AR-RUZZ MEDIA, 2011)H. 43.
[6]Aziz
Mushoffa, Aku Anak Hebat.
(Jogjakarta: DIVA Press, 2009). H. 30.
[7]Abidin Ibnu Rusn, Pemikiran Al-Ghazali tentang Pendidikan.
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009). H. 70.
[8]Agus
Wibowo, pendidikan karakter usia dini. (Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR, 2012). H.
119.
[9]Mahmud,
Psikologi Pendidikan. H. 305.
[10] Mulyada. Menjadi Guru Professional. (Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA, 2006)H.
45.
[11]Mulyada. Menjadi Guru Professional. Ibid., H. 46-47.
[12]Drs. Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodelogi Pendidikan
Islam. (Jakarta: Ciputat Pers, 2001). H.122-123
[13]Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodoligi Pendidikan Islam. Ibid., H. 111.
[14]Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodoligi Pendidikan Islam. Ibid., H. 111-113.
[15]Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam. (Jakarta: Logos
Wacana Ilmu, 1999). H. 184 .
[16]Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam. Ibid., H. 184.
[17]Muhammad Zein, Methodologi Pengajaran Agama.
(Yogyakarta: AK Group, 1995), H. 224
[18] Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodoligi Pendidikan
Islam. Ibid., H. 225.
[19]Keen
Achroni, Ternyata Selalu Mengalah Itu
Tidak Baik. (jakarta: pt. Buku kita, 2012). H. 22.
[20]Muhibbin Syah, Psikologip Pendidikan. (Bandung: Remaja
Rosda Karya, 2000), H. 123
[21]Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam. (Jakarta: Kalam Mulia, 1994). H. 185.
[22]Armai Arief, Pengantar Ilmu dan
Metodoligi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), 114-115