Kamis, 02 November 2017

MENDIDIK DENGAN KETELADANAN DAN KEBIASAAN SEBAGAI SARANA PENDIDIKAN YANG BERPENGARUH PADA ANAK

Oleh : Sely Novitasari
BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Guru harus dapat menjadi contoh (suri tauladan) bagi peserta didik, karena guru adalah refresentatif dari sekelompok orang pada suatu komunitas atau masyarakat yang diharapkan dapat menjadi teladan, yang dapat digugu dan ditiru. Keteladanan adalah segala sesuatu yang terkait dengan perkataan, perbuatan, sikap, dan prilaku seseorang yang dapat ditiru atau diteladani oleh pihak lain. Sedangkan guru atau pendidik adalah pemimpin sejati, pembimbing dan pengarah yang bijaksana bagi anak didiknya.
Apalagi dewasa ini kehadiran guru sebagai pendidik semakin nyata menggantikan sebagian besar peran orang tua adalah pengemban utama amanah Tuhan Yang Maha Esa. Dengan berbagai sebab dan alasan, orang tua telah menyerahkan bulat-bulat tugas dan tanggungjawabnya kepada guru di sekolah dengan berbagai keterbatasannya.
Pembiasaan pada pendidikan anak sangatlah penting, khususnya dalam pembentukan pribadi dan akhlak. Pembiasaan agama akan memasukkan unsurunsur positif pada pertumbuhan anak. Semakin banyak pengalaman agama yang didapat anak melalui pembiasaan, maka semakin banyak unsur agama dalam pribadinya dan semakin mudahlah ia memahami ajaran agama.
Pembiasaan merupakan proses pendidikan. Ketika suatu praktik sudah terbiasa dilakukan, berkat pembiasaan ini maka akan menjadi habit bagi yang melakukannya, kemudian akan menjadi ketagihan dan pada waktunya akan menjadi tradisi yang sulit untuk ditinggalkan. Disinilah pentingnya pembiasaan dalam proses pendidikan.
B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apa pengertian keteladanan dan bagaimana cara menerapkan metode keteladanan?
2.      Mengapa guru disebut sebagai model dan teladan?
3.      Apa saja kekurangan dan kelebihan metode keteladanan?
4.      Apa pengertian dari pembiasaan dan apa tujuan dari pembiasaan?
5.      Sebutkan bentuk-bentuk pembiasaan dan langkah-langkah metode pembiasaan?
6.      Apa saja kekurangan dan kelebihan metode pembiasaan?

C.    TUJUAN PENULISAN
1.      Untuk mengetahui pengertian keteladanan dan cara menerapkan metode keteladanan.
2.      Untuk mengetahui guru sebagai model dan teladan.
3.      Untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan metode keteladanan.
4.      Untuk mengetahui pengertian dari pembiasaan dan tujuan dari pembiasaan.
5.      Untuk mengetahui bentuk-bentuk pembiasaan dan langkah-langkah metode pembiasaan.
6.      Untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan metode pembiasaan.







BAB II
PEMBAHASAN
A.    KETELADANAN
1.    Pengertian Keteladanan
Keteladanan dapat diartikan dari dua sudut pandang yaitu secara etimologi dan terminologi. Secara terminologi keteladanan (uswah) adalah dakwah dengan memberikan contoh yang baik melalui perbuatan nyata yang sesuai dengan ajaran Islam.[1] Secara etimologi keteladanan berasal dari kata teladan yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) bermakna “sesuatu yang patut ditiru atau baik untuk dicontoh”. Dengan demikian, keteladanan berarti hal yang dapat ditiru atau dicontoh.[2]
Dengan demikian keteladanan adalah tindakan atau setiap sesuatu yang dapat ditiru atau diikuti oleh seseorang dari orang lain yang melakukan atau mewujudkannya, sehingga orang yang diikuti disebut dengan teladan. Namun keteladanan yang dimaksud di sini adalah keteladanan yang dapat dijadikan sebagai alat pendidikan Islam, yaitu keteladanan yang baik. Sehingga dapat didefinisikan bahwa metode keteladanan (uswah) adalah metode pendidikan yang diterapkan dengan cara memberi contoh-contoh (teladan) yang baik yang berupa perilaku nyata, khususnya ibadah dan akhlak.
Keteladanan dalam pendidikan merupakan bagian dari sejumlah metode yang paling ampuh dan efektif dalam mempersiapkan dan membentuk anak secara moral, spiritual, dan sosial. Sebab, seorang pendidik merupakan contoh ideal dalam pandangan anak, yang tingkah laku dan sopan santunnya akan ditiru, disadari atau tidak, bahkan semua keteladanaan itu akan melekat pada diri dan perasaannya, baik dalam bentuk ucapan, perbuatan, hal yang bersifat material, inderawi, maupun spritual.
Keteladanan mempunyai arti penting dalam mendidik, keteladanan menjadi titik sentral dalam mendidik anak. Implementasi dari keteladanan ini adalah orangtua dan guru menjadi figur yang akan ditiru oleh anak di mana tindak tanduk dari orangtua dan guru tersebut harus diperhatikan. Mulai dari pakaiannya yang sopan, tingkah laku dan perangainya yang baik, bicaranya yang sopan dan penuh kasih sayang kepada anak. Hal ini jika terlaksana dengan baik, secara langsung anak akan meniru perangai orangtua dan gurunya.
Tanpa keteladanan, ajaran kita akan kehilangan otoritasnya sehingga kita dicemooh oleh anak dan di anggap munafik.[3] Secara psikologi manusia butuh akan teladan (peniruan) yang lahir dari ghorizah (naluri) yang bersemayam dalam jiwa yang disebut juga taqlid. Yang dimaksud peniruan disini adalah hasrat yang mendorong anak, seseorang untuk prilaku orang dewasa, atau orang yang mempunyai pengaruh.8 Misalnya dari kecil anaknya belajar berjalan, berbicara, kebiasaan-kebiasaan lainnya. Setelah anak bisa berbicara ia akan berbicara sesuai bahasa dimana lingkungan tersebut berada. Pada dasarnya peniruan itu mempunyai tiga unsur, yaitu: 1. Keinginan atau dorongan untuk meniru 2. Kesiapan untuk meniru 3. Tujuan meniru. [4]
2.    Cara Menerapkan Metode Keteladanan
Menerapkan metode keteladanan pada anak usia dini bukanlah hal mudah. Menghadapi anak yang memiliki pola pikir yang sederhana, membutuhkan teknik penerapan yang mudah pula untuk dicerna dan dipahami anak. Sementara yang terjadi saat ini manusia mulai mengalami krisis keteladanan. Sebab, manusia dengan fitrahnya sering melakukan sesuatu sama seperti apa yang dilakukan teladannya. Misal, seseorang yang mengagumi artis maka dia akan berpakaian seperti idolanya (artis), tak peduli itu sesuai dengan dirinya atau tidak.[5]
Sebaiknya dalam hal ini gurulah yang harus menjadi teladan bagi anak. Guru harus benar-benar memahami kecenderungan dan pembawaan anak. Bisa saja anak tidak menanggapi keteladanan yang ditunjukkan oleh guru karena ada sikap enggan pada diri anak, atau anak merasa kurang tertarik dengan apa yang sudah dicontohkan oleh guru. Dalam hal ini tentu sangat dibutuhkan kesabaran dan ketelatenan guru unruk terus membimbing anak agar tercapai apa yang menjadi harapan.
Keteladanan dalam dunia pendidikan sangat penting, apalagi sebagai orangtua diamanahi seorang anak oleh Allah SWT, maka orangtua harus menjadi teladan yang baik buat anak-anaknya. Para orangtua dan pendidik harus menjadi figur yang ideal bagi anak-anak, harus menjadi panutan yang bisa mereka andalkan dalam mengarungi kehidupan.
Tanpa keteladanan, apa yang diajarkan kepada anak-anak hanya akan menjadi teori belaka, mereka seperti gudang ilmu yang berjalan namun tidak pernah merealisasikan dalam kehidupan. Metode keteladanan ini bisa dilakukan setiap saat dan sepanjang waktu. Dengan keteladanan, pelajaran-pelajaran yang disampaikan akan membekas.
Ekspresi cinta orangtua kepada Rasulullah harus ditunjukkan juga dihadapan anak, bukan karena riya, atau keinginan lainnya, tetapi semata-mata memberikan teladan kepada anak betapa besar cinta ayah dan ibunya kepada Rasulullah.[6]
Selain orangtua dan seorang guru senantiasa menjadi teladan dan pusat perhatian bagi peserta didiknya. Ia harus mempunyai karisma yang tinggi untuk membawa peserta didik ke arah mana yang dikehendaki. Di samping itu, kewibawaan juga sangat menunjang dalam perannya sebagai pembimbing dan penunjuk jalan dalam masa studi peserta didiknya. Semua perkataan, sikap dan perbuatan yang baik darinya akan memancar kepada peserta didiknya.
Jika seorang guru tidak mampu menjadi figur sentral di hadapan peserta didiknya, ia akan kewalahan dan tidak akan memperoleh apa yang diharapkan dari peserta didiknya. Dalam kondisi seperti ini, di mana dalam proses belajar mengajar tidak ada lagi yang dijadikan teladan, usaha pendidikan menggali fitrah atau potensi dasar sebagai sumber daya yang dimiliki manusia terhambat.[7]
3.    Guru Sebagai Model Dan Keteladanan
Guru harus dapat menjadi contoh atau teladan bagi peserta didik, karena guru adalah representasi dari sekelompok orang dalam suatu masyarakat yang diharapkan dapat menjadi teladan yang dapat digugu dan ditiru. Guru PAUD yang merupakan figur pertama bagi anak-anak di TK yang akan mereka contoh.[8] Dicontoh dan ditiru memiliki maksud bahwa hal-hal baik yang disampaikan guru dapat dipercaya untuk dilaksanakan dan perilakunya bisa dicontoh atau diteladani.
Keteladanan memiliki dimensi psikologis yang sangat penting dalam kegiatan mengajar. Citra anda sebagai guru yang baik dalam bertutur akan berpengaruh besar dalam proses tranformasi ajaran kepada siswa-siswa anda. Bahasa perbuatan anda adalah bahasa yang paling keras disbanding bahasa lisan anda sebagai guru.[9]
Di sekolah, diharapkan guru dan pendidik lainnya dapat menjadi teladan dalam mengembangkan nilai-nilai hidup yang baik karena segala hal yang diperlihatkan guru akan dicontoh siswa. Minimal guru di sekolah melakukan apa yang telah mereka ajarkan kepada siswa. Dengan demikian, guru harus meningkatkan kualitas hidup dalam moral, religi, dan nilai karena segala tingkah laku guru akan menjadi panutan oleh siswa.
Guru harus memperlihatkan perilaku yang baik kepada siswa, karena siswa akan berperilaku dan bersikap baik jika guru juga menunjukkan sikap baik tersebut.Semua yang dilakukan guru akan dicontoh oleh siswa karena seolah-olah guru merupakan cermin bagi mereka, sedangkan siswa digambarkan sebagai pantulan perilaku dari gurunya. Untuk itu, guru harus berhati-hati dalam bersikap dan selalu menjaga tingkah lakunya ketika berhadapan dengan siswa maupun ketika tidak berhadapan dengan siswa karena siswa akan menilai semua sikap guru tersebut.
Guru merupakan model atau teladan bagi peserta didik dan semua orang yang menganggap dia sebagai guru. Sebagai teladan, tentu saja pribadi dan apa yang dilakukan guru akan mendapat sorotan dari peserta didik serta orang di sekitar lingkungannya yang menganggap atau mengakuinya sebagai guru. Sehubungan itu, beberapa hal di bawah ini perlu mendapat perhatian dan bila perlu didiskusikan para guru.[10]
1)      Sikap dasar: postur psikologis yang akan nampak dalam masalah-masalah penting.
2)      Bicara dan gaya bahasa: penggunaan bahasa sebagai alat berpikir.
3)      Kebiasaan bekerja: gaya yang dipakai oleh seseorang dalam bekerja yang ikut mewarnai kehidupannya.
4)      Sikap melalui pengalaman dan kesalahan: hubungan antara luasnya pengalaman dan nilai serta tidak mungkinnya mengelak dari kesalahan.
5)      Pakaian: merupakan perlengkapan pribadi yang amat penting dan menampakkan ekspresi seluruh kepribadian.
6)      Hubungan kemanusiaan: diwujudkan dalam semua pergaulan manusia, intelektual, moral, keindahan, terutama bagaimana berprilaku.
7)      Proses berfikir: cara yang digunakan oleh pikiran dalam menghadapi dan memecahkan masalah.
8)      Prilaku neurotis: suatu pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri dari dan bisa juga untuk menyakiti orang lain.
9)      Selera: pilihan yang secara jelas akan nilai-nilai yang dimiliki oleh kepribadian yang bersangkutan.
10)  Keputusan: keterampilan rasional yang digunakan untuk menilai setiap situasi.
11)  Kesehatan: kualitas tubuh, pikiran, semangat, antusias dan sikap tenang.
12)  Gaya hidup secara umum: apa yang dipercaya oleh seseorang akan setiap aspek kehidupan dan tindakan untukmewujudkan kepercayaan itu.[11]
Menjadi teladan merupakan bagian integral dari seorang guru, sehingga menjadi guru harus mau menerima tanggung jawab untuk menjadi teladan. Diharapkan guru dapat menjadi teladan dalam semua nilai kebaikan yang diajarkan pada siswanya terlebih selama di lingkungan sekolah.
4.    Kekurangan Dan Kelebihan Metode Keteladanan
Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa kelebihn dan kekurangan metode keteladanan tidak bisa dilihat secara kongkrit, namun secara abstrak dapat diinterpretasikan sebagai berikut:[12]
1.      Kelebihan metode keteladanan
a.       akan memudahkan anak didik dalam menerapkan ilmu yang dipelajarinya di sekolah
b.      akan memudahkan guru dalam mengevaluasi hasil belajarnya
c.       agar tujuan pendidikan lebih terarah dan tercapai dengan baik
d.      bila dalam keteladann lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat baik, maka akan tercipta situasi yang baik
e.       terciptanya hubungan harmonis antara guru dan siswa
f.       secara tidak langsung guru dapat menerapkan ilmu yang diajarkannya
g.      mendorong guru untuk selalu berbuat baik karena akan dicontoh oleh siswanya, dan lain-lain.
2.      Kekurangan atau kelemahan metode keteladanan
a.       Jika figur yang mereka contoh tidak baik, maka mereka cenderung untuk mengikuti tidak baik
b.      Jika teori tanpa praktek akan menimbulkan verbalisme

B.     PEMBIASAAN
1.    Pengertian Pembiasaan
Setiap orang tua muslim mempunyai kewajiban untuk mendidik anaknya agar menjadi orang yang saleh, taat pada orang tuanya dan agamanya. Dalam mendidik anak tersebut, proses yang berjalan tidak akan terlepas dari dua faktor yaitu faktor internal dan eksternal. Hal tersebut juga relevan dengan sebuah teori perkembangan anak didik yang dikenal dengan teori konvergensi yang menyatakan bahwa pribadi dapat dibentuk oleh lingkungannya dan dengan mengembangkan potensi dasar yang ada padanya.[13]
Potensi dasar yang ada pada anak merupakan potensi alamiah yang dibawa anak sejak lahir atau bisa dikatakan sebagai potensi pembawaan. Oleh karena itulah, potensi dasar harus selalu diarahkan agar tujuan dalam mendidik anak dapat tercapai dengan baik. Pengarahan orang tua kepada anak dalam lingkungan keluarga sebagai faktor eksternal, salah satunya dapat dilakukan dengan metode pembiasaan, yaitu berupa menanamkan kebiasaan yang baik kepada anak.[14]
Pembiasaan merupakan sebuah metode dalam pendidikan berupa “proses penanaman kebiasaan”.[15] Sedangkan yang dimaksud dengan kebiasaan itu sendiri adalah “cara-cara bertindak yang persistent uniform, dan hampir-hampir otomatis (hampir-hampir tidak disadari oleh pelakunya)”.[16]
Menurut Muhammad Zein, orang tua berperan sebagai penanggung jawab dan pendidik dalam keluarga. Menurutnya, dalam mendidik anak perlu diterapkan tiga metode yaitu “meniru, menghafal dan membiasakan”.[17] Pada metode pembiasakan, operasionalnya adalah dengan melatih anak untuk membiasakan segala sesuatu supaya menjadi kebiasaan. Sebab menurutnya, “kebiasaan ini akan menimbulkan kemudahan, keentengan”.[18]
Metode pembiasaan ini adalah sebagai bentuk pendidikan bagi manusia yang prosesnya dilakukan secara bertahap, dan menjadikan pembiasaan itu sebagai teknik pendidikan yang dilakukan dengan membiasakan sifat-sifat baik sebagai rutinitas, sehingga jiwa dapat menunaikan kebiasaan itu tanpa terlalu payah, tanpa kehilangan banyak tenaga, dan tanpa menemukan banyak kesulitan.
Pembiasaan juga merupakan salah satu metode pendidikan yang sangat penting, terutama bagi anak-anak. Mereka belum paham tentang apa yang disebut baik dan buruk dalam arti susila. Demikian pula mereka nelum mempunyai kewajiban-kewajiban yang harus dikerjakan seperti pada orang dewasa. Pada sisi yang lain mereka juga memiliki kelemahan yaitu belum memiliki daya ingat yang kuat. Mereka lekas melupakan apa yang telah dan baru terjadi. Sedangkan pada sisi yang lain, perhatian mereka lekas mudah beralih kepada hal-hal yang baru dan disukainya.
Sehingga berkaitan dengan hal tersebut, mereka perlu dibiasakan dengan tingkah laku, ketrampilan, kecakapan, dan pola pikir tertentu. Anak perlu dibiasakan untuk mandi, makan dan tidur secara teratur, serta bermainmain, berbicara, belajar, bekerja, dan sebagainya khususnya adalah dibiasakan untuk melaksanakan ibadah.
Hal lain yang harus dilakukan orangtua adalah kebiasaan baik dan prilaku positif pada anak adalah memberikan lingkungan yang kondusif, orang tua juga mestimelindungi dan menjaga anak dari pengaruh buruk lingkungan.[19]
2.    Tujuan Pembiasaan
Pembiasaan adalah proses pembentukan kebiasaan-kebiasaan baru atau perbaikan kebiasaan-kebiasaan yang telah ada. Pembiasaan selain menggunakan perintah, suri tauladan, dan pengalaman khusus, juga menggunakan hukuman dan ganjaran. Tujuannya agar siswa memperoleh sikap-sikap dan kebiasaan-kebiasaan baru yang lebih tepat dan positif dalam arti selaras dengan kebutuhan ruang dan waktu (kontekstual). Selain itu, arti tepat dan positif ialah selaras dengan norma dan tata nilai moral yang berlaku, baik yang bersifat religius maupun tradisional dan kultural.[20]
Dari penjelasan diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan diadakannya metode pembiasaan di sekolah adalah untuk melatih serta membiasakan anak didik secara konsisten dan kontinyu dengan sebuah tujuan, sehingga benar-benar tertanam pada diri anak dan akhirnya menjadi kebiasaan yang sulit ditinggalkan di kemudian hari.
3.    Bentuk-bentuk Pembiasaan
Pengembangan agama melalui kebiasaan dapat dilakukan dalam berbagai bentuk di antaranya;
a.       Pembiasaan dalam akhlak, berupa pembiasaan bertingkah laku yang baik, baik di sekolah maupun di luar sekolah seperti: berbicara sopan santun, berpakain bersih, hormat kepada orang yang lebih tua, dan sebagainya.
b.      Pembiasaan dalam ibadah, berupa pembiasaan shalat berjamaah di musholla sekolah, mengucapkan salam sewaktu masuk kelas, membaca “basmallah” dan “hamdallah” tatkala memulai dan menyudahi pelajaran.
c.       Pembiasaan dalam keimanan, berupa pembiasaan agar anak beriman dengan sepenuh jiwa dan hatinya, dengan membawa anak-anak memperhatikan alam semesta, memikirkannya dalam merenungkan ciptaan langit dan bumi dengan berpindah secara bertahap dari alam natural ke alam supranatural.[21]
Pembentukan kebiasaan-kebiasaan tersebut terbentuk melalui pengulangan dan memperoleh bentuknya yang tetap apabila disertai dengan kepuasan. Menanamkan kebiasaan itu sulit dan kadang-kadang memerlukan waktu yang lama. Kesulitan itu disebabkan pada mulanya sesorang atau anak belum mengenal secara praktis sesuatu yang hendak dibiasakannya, oleh karena itu pembiasaan hal-hal yang baik perlu dilakukan sedini mungkin sehingga dewasa nanti hal-hal yang baik telah menjadi kebiasaannya.
4.      Langkah-langkah Metode Pembiasaan
Ada beberapa syarat yang perlu diperhatikan dalam melakukan metode pembiasaan kepada anak-anak, yaitu:
a.       Mulailah pembiasaan itu sebelum terlambat, jadi sebelum anak itu mempunyai kebiasaan lain yang berlawanan dengan hal-hal yang akan dibiasakan.
b.      Pembiasaan itu hendaklah terus-menerus (berulang-ulang) dijalankan secara tertatur sehingga akhirnya menjadi suatu kebiasaan uang otomatis.
c.       Pendidikan hendaklah konsekuen, bersikap tegas dan tetap teguh terhadap pendiriannya yang telah diambilya. Jangan memberi kesempatan kepada anak untuk melanggar pembiasaan yang telah ditetapkan itu.
d.      mula-mulanya mekanistis itu harus makin menjadi pembiasaan yang disertai kata hati anak sendiri.[22]
5.    Kekurangan Dan Kelebihan Metode Pembiasaan
Sebagai suatu metode, pembiasaan juga memiliki kelebihan dan kelemahan. Adapun kelebihan metode pembiasaan sebagai suatu metode pendidikan anak adalah:
a.       Dapat menghemat tanaga dan waktu dengan baik.
b.      Pembiasaan tidak hanya berkaitan dengan aspek lahiriyah tetapi juga berhubungan dengan aspek batiniyah.
c.       Pembiasaan dalam sejarah tercatat sebagai metode yang paling berhasil dalam pembentukan kepribadian anak didik.
Sedangkan kelemahan pembiasaan sebagai suatu metode pendidikan anak antara lain berupa:
a.       Membutuhkan tenaga pendidik yang benar-benar dapat dijadikan contoh serta teladan bagi anak didik.
b.      Membutuhkan tenaga pendidik yang dapat mengaplikasikan antara teori pembiasaan dengan kenyataan/praktek nilai-nilai yang disampaikan.[23]


BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Keteladanan adalah tindakan atau setiap sesuatu yang dapat ditiru atau diikuti oleh seseorang dari orang lain yang melakukan atau mewujudkannya, sehingga orang yang diikuti disebut dengan teladan. Keteladanan mempunyai arti penting dalam mendidik, keteladanan menjadi titik sentral dalam mendidik anak. Implementasi dari keteladanan ini adalah orangtua dan guru menjadi figur yang akan ditiru oleh anak di mana tindak tanduk dari orangtua dan guru tersebut harus diperhatikan.
Pembiasaan merupakan sebuah metode dalam pendidikan berupa “proses penanaman kebiasaan”. Pembiasaan juga merupakan salah satu metode pendidikan yang sangat penting, terutama bagi anak-anak. Mereka belum paham tentang apa yang disebut baik dan buruk dalam arti susila. Oleh karena itu pembiasaan hal-hal yang baik perlu dilakukan sedini mungkin sehingga dewasa nanti hal-hal yang baik telah menjadi kebiasaannya.
B.     SARAN
Sebagai calon pendidik sudah seharusnya kita memahami betul dan menerapkan keteladanan dan kebiasaan-kebiasaan yang baik dilakukan. Guna memenuhi kewajiban kita sebagai pendidik yang professional dan menjadi teladan yang baik bisa di contoh oleh generasi kedepannya.




DAFTAR PUSTAKA
Yusuf. Yunan. (2003). Metode Dalwa., Jakarta: Prenada Media.
Ali, Lukman, dkk. (1995). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Wijanarko, Jarot. (2005). Mendidik Anak. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
An-Nahlawi, Abdurrahman. (1996).  Prinsip-prinsip Dan Metode Pendidikan
Islam. Bandung: Diponegoro.
Noor, Rohinah M. (2011). Pendidikan Karakter Berbasis Sastra. Jogjakarta: AR
RUZZ MEDIA.
Mushoffa, Aziz. (2009). Aku Anak Hebat. Jogjakarta: DIVA Press.
Ibnu Rusn, Abidin. (2009). Pemikiran Al-Ghazali tentang Pendidikan.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Wibowo, Agus. (2012).  pendidikan karakter usia dini. Yogyakarta: PUSTAKA
PELAJAR.
Mahmud, Psikologi Pendidikan.
Mulyada. (2006). Menjadi Guru Professional. Bandung: PT REMAJA
ROSDAKARYA.
Arief, Armai. (2001)  Pengantar Ilmu dan Metodelogi Pendidikan Islam. Jakarta:
Ciputat Pers.
Noer Aly, Hery. (1999). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, ,
Zein, Muhammad. (1995). Methodologi Pengajaran Agama. Yogyakarta: AK
Group.
Achroni, Keen. (2012). Ternyata Selalu Mengalah Itu Tidak Baik. jakarta: pt.
Buku kita.
Syah, Muhibbin. (2000). Psikologip Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Ramayulis, (1994). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.





[1]Yunan Yusuf, Metode Dalwah. (Jakarta: Prenada Media, 2003). H. 203.
[2]Lukman Ali, dkk. Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta: Balai Pustaka, 1995). H.. 102.
[3]Jarot Wijanarko, Mendidik Anak. (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2005). H. 39.
[4]Abdurrahman An-Nahlawi, Prinsip-prinsip Dan Metode Pendidikan Islam. (Bandung: Diponegoro, 1996). H. 283.
[5]Rohinah M. Noor, Pendidikan Karakter Berbasis Sastra. (Jogjakarta: AR-RUZZ MEDIA, 2011)H. 43.
[6]Aziz Mushoffa, Aku Anak Hebat. (Jogjakarta: DIVA Press, 2009). H. 30.
[7]Abidin Ibnu Rusn, Pemikiran Al-Ghazali tentang Pendidikan. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009). H. 70.
[8]Agus Wibowo, pendidikan karakter usia dini. (Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR, 2012). H. 119.
[9]Mahmud, Psikologi Pendidikan. H. 305.
[10] Mulyada. Menjadi Guru Professional. (Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA, 2006)H. 45.
[11]Mulyada. Menjadi Guru Professional. Ibid., H. 46-47.
[12]Drs. Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodelogi Pendidikan Islam. (Jakarta: Ciputat Pers, 2001). H.122-123
[13]Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodoligi Pendidikan Islam. Ibid., H. 111.
[14]Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodoligi Pendidikan Islam. Ibid., H. 111-113.
[15]Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam. (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999). H. 184 .
[16]Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam. Ibid., H. 184.
[17]Muhammad Zein, Methodologi Pengajaran Agama. (Yogyakarta: AK Group, 1995), H. 224
[18] Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodoligi Pendidikan Islam. Ibid., H. 225.
[19]Keen Achroni, Ternyata Selalu Mengalah Itu Tidak Baik. (jakarta: pt. Buku kita, 2012). H. 22.
[20]Muhibbin Syah, Psikologip Pendidikan. (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2000), H.  123
[21]Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam. (Jakarta: Kalam Mulia, 1994). H. 185.
[22]Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodoligi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), 114-115
[23]Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm. 115-116.

1 komentar:

  1. minta izin copy beberapa referensi untuk tugas ya.Terima kasih

    BalasHapus